Illustrator + Writter + Visual dakwah

Total Pageviews

Sunday, June 17, 2012

Namaku Memang Zein


           Namaku yang sebenarnya adalah Ihdizein. Tidak usah heran dengan namaku, mungkin selama kalian hidup kalian baru dengar nama ini. Awalnya ku nggak tau arti nama ku ini. Bu ning lah yang memberi tauku kalau IHDI dalam Al-Quran artinya tunjukanlah kami jalan yang lurus, sementar zenya menurut ibuku yang warga negara jepang, zen dikenal berasal dari bahasa  jepang ini memiliki pengertian Religius? tapi itu zen, sementara namaku zein dan bapaku yang asli orang jawa tak bisa menjelaskanya. Aku mencoba tak peduli. Kata shakspear apalah arti dari sebuah nama, BAH! ungkapan itu sudah cukup usang sebenarnya, memangnya bisa membedakan kucing dengan tikus kalau tidak tau namanya?

     okey, karena ini menyangkut urusan nama, karena aku juga tak mau mempersoalkanya, kita abaikan saja tentang hal itu. Tapi yang berkumandang kemudian teman-teman ku memanggilku Sem. Mungkin karena waktu itu sinetron yang berjudul "DAN" lagi buming banget. Sinetron yang menceritakan tentang seorang bernama Dan yang menemukan cincin ajaib, dengan memakai cincin itu Dan bisa menghilang sekaligus menjadi pahlawan tak terlihat bernama danker. Disitu Dan punya musuh yang namanya Sem. Nama sem itulah yang kemudian menjadi nama pangilan ku disekolah, mungkin karena nama zen memang rada mirip dengan sem. ditambah lagi dengan fisikku yang rupawan seperti sem dalam cerita dan. Dengan kelebihan fisik dan materi yang ku punya memang pas rasanya aku di panggil sem oleh temen- temen. cuma satu yang kurang aku suka ketika pakguru di kelas, temenku-temenku pada bilang SEM PAK GURU........., rasanya muak banget kalo denger itu.
          aku sih tidak peduli, untuk apa memikirkanya. sudahlah kita abaikan lagi tentang itu. meski kini sudah menjadi makanan sehari-hari bangsa di negeri ini yang gema ripah loh jinawi, di tanah air tercinta ini, tanah beli, rumah beli dan air beli. pokoknya serba beli lah,
         aku juga merasa heran dengan diriku sendiri, aku tak pernah memulai sebuah hubugan dengan gadis-gadis di sekolahku, anehnya mereka yang datang padaku.
Ada yang mau jemput sekolah, kasih tumpangan naik motor, kasih hadiah parfum ada juga yang setiap hari telfon tapi tak kasih  tau siapa namanya, pengemar rahasia mungkin. semula banyak yang aku tolak, karena aku tidak mengerti apa maksudya.
Tapi ketika didi bilang pemberian itu sebagai tanda suka mereka padaku aku mulai berpikir, apakah mereka tertarik padaku?
         "Iya, mereka tertarik sama lo, sem" kata didi suaranya meyakinkan, tapi tatapan matanya kelihatan kesal. Aku jadi tertawa dalam hati melihatnya. didi sebenarnya keren, tapi tingginya tak lebih dari 160. Beda denganku yang 170 cm.
        "tapi kenapa?"
        " kok lo bodoh amat sih, karena lo keren!"
 Kali ini aku benar-benar tertawa didi bilang aku keren? iya aku memang keren...hahahah! dan mulai saat itu aku mulai menyadari kekerenanku. Mulailah sebutan sem melekat padaku. mungkin ini bakat yang kumiliki tanpa kusadari. Bakat dimana diriku mampu menarik perhatian para gadis. Tidak perlu berjuang, karena nama sem semakin berkumandang di sekolah.
ku pikir asyik juga punya wajah tampan, postur gagah dan sosok ganteng bin keren. kenapa nggak memanfaatkan hal ini sejak masuk kelas satu SMA dulu. Tapi ini belum terlambat. Aku baru mau naik kelas tiga, masih punya kesempatan untuk memanfaatkan kekerenanku sebelum tiba pada jenjang selanjutnya.
bisa ku bayangkan, ketika kuliah nanti, aku pasti akan mmerasakan yang sama. Mungkin lebih hebat dari yang sekarang.
Akulah sem yang mampu menakalukan hati gadis-gadis cantik walau sebenarnya tidak ku inginkan. Toh mereka yang datang padaku, jadi tak ada beban ketika ku bosan dengan dwi, lalu aku nemplok pada ana, setelah dari ana aku nemplok ke lusi. pokoknya aku manfaatkan betul bakat yang kumiliki.
            "Gila juga lo, ya! kasian tuh si tri yang nangis bombay karena lo nggak menggubris dia!" kata didi ketika kami sedang makan di kantin.
              "bodo, ah! ngapain gue pikirin!" sahutku segan.
              "lo doyan nggak sih sama dia?"
              "di, nggak ada satupun yang bikin gue doyan!"
kataku, agak tandas dan kulihat kening didi berkerut.
              "cewek-cewek yang lain?"
              "gue cuma iseng aja. Mumpung lagi ada hoki, kenapa juga nggak gue manfaatin? toh mereka yang dateng ke gue."
              "emang iya sih, tapi gue pikir-pikir kasihan juga mereka, sem."
              "kenapa harus kasihan?"
              "karena lo jadi mempermainkan mereka"
udah deh di, kita ke kantin mau makan, bukan bicarain tuh para cw. eh, lo mau makan nggak?"
didi mengeleng.
               "ada seorang yang elo cintai sem?" tanya didi stelah ku selesei makan.
               "aku mengeleng. nggak ada."
               " jadi lo hanya main-mainin?"
               "main-main dan iseng. kenapa, lo ngiri ya ?"
               didi tertawa. "gue nggak ngiri. itu udah keberuntungan lo. cuma gue kasihan sama para cewe itu. "
                "dua kali lo ngomong begitu. sebenernya, lo kasihan atau lo emang iri?"
               "sebenarnya gue pernah ngiri sama lo. Tapi setelah itu biasa aja. kan lo bilang itu bakat dan keberuntungan lo." 
               "lo juga untung kan, jadi numpang ngetop"?
didi tertawa. Entah apa maksud dari tawanya. Suara itu memang keluar, tapi sorot matanya seperti menyimpan makna tersirat.
karena sering permainin cw akhirnya didi protes! dan kali ini aku benar - benar sadar oleh kata-kata didi.
         "OKE, APA YANG LO MAKSUD?"
         "Cw-cw itu. yang suka sama lo, lalu lo permainkan juga manusia? mereka bukan robot yang tak berjiwa! mereka punya hati dan perasaan! mereka punya harga diri!
      kata-kata didi menjadi penutup dalam cerpenku kali ini. Ku pandanggi komputer yang masih menyala, ada kalimat demi kalimat disana. Kalimat yang tertuang panjang setelah mengikuti relung imajinasiku dan refrensi dari cerpen berjudul aku adalah arjuna yang membuatku ingin menulis cerpen ini.
dari komputer aku pandangi sosok ibu yang sedang tersenyum.
             " jadi menurut ibu, aku harus melakukanya?"
              ibu menganguk, memegang pundaku.
             "ya, kamu harus harus melakukanya, zen. kalau kamu memang ingin menjadi penulis, mulailah giat berlatih dan tak ragu mengirimkanya ke media massa.
            "apakah akan berhasil bu?"
             "insyaAllah, asalkan niatmu menulis di jalan Allah. Inggat zen, jangan kamu tuliskan hal-hal yang justru akan menyesatkan. Jangan pula kamu berusaha memprovokasi siapapun dalam tulissanmu. Menjadi penulis merupakan sebuah pilihan."
            "sekali lagi, zen,  bila kamu sudah mantap dengan keinginanmu menjadi penulis, bersihkanlah dulu hatimu. jangan kamu memberikan sesuatu yang mencerahkan dalam tulisnmu tetapi kamu sendiri tidak melakukanya." 
ku baca dengan teliti. dan sunguh aku ngeri membayangkan diriku seperti itu yang memanfaatkan kelebihan untuk mempermainkan orang lain, memanfaatkan kelebihan yang diberikan Allah hanya untuk menyakiti dan melukai orang lain. aku terlalu ngeri membayangkan seseorang yang kelebihanya digunakan untuk mencari keuntungan.
     Allhamdulillah, aku bukan tokoh yang ku tulis. meski aku sadar. Mungin di dunia nyata, sedemikian banyaknya orang yang memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya. baik dari wajah, postur tubuh, kepintaran, kekayaan,jabatan atau segala sesuatu yang membuatnya merasa lebih tingi dari yang lainya hanya untuk mempermainkan, menyakiti, melukai dan menyingkirkan orang lain.
      namaku memang zen, dan bukan sem. Ibuku juga bukan orang jepang, fisikkupun tak serperti yang tergambar dalam ceren ini dan  materi kupun juga tak sebanyak yang ada dalam cerpen ini. ibu sudah memberiakn semangat, agar aku meneruskan keinginanku menjadi penulis. yah, aku akan melakukanya.
#sebagian kata-kata dari cerpen ini di  ambil dari buku kumpulan cerpen " ketika cinta menemukanmu"

Comments
0 Comments

0 komentar:

ihdizein. Powered by Blogger.