Kumpulan Puisi Hari Kemerdekaan Tahun 2012
Tinggal beberapa hari lagi bangsa Indonesia merayakan kemerdekaanya. aku binggung harus menyumbangkan apa untuk bangsaku ini. di tenggah kebingungan datang ide untuk menulis puisi. Tapi aku pikir aku ini bukan anak sastra, bukan juga anak sekolah yang mengambil jurusan bahasa. Melainkan anak kelas 3 SMA yang nyasar di jurusan IPS. dan rasanya untuk menulisakan sebuah puisi itu teramat sulit untuk anak IPS sepertiku, untungnya aku punya buku sajak-sajak perjuangan dan nyanyian tanah air. Aku pikir dari pada aku memaksakan diri untuk tetap menulis yang entah bagaimana jadinya nanti, mending aku tulis saja puisi-puisi ini di Blog ini. Paling tidak dengan begitu aku bisa memberikan hadiah untuk bangsaku, bangsa indonesia saat hari kemerdekaanya.
Merah putih!
dulu, sebelum kau berkibar di tiang tinggi
dibelai, dipeluk angin merdeka,
engakau hanya lambang harapku,
Meski kau mewakili bangsa tidak berdaya,
tidak bernama di sejarah dunia,
namun kau tersimpan dalam hatiku,
lambang kasihku pada nusaku.
Merah putih!
kini, kulihat kau terkibar di tengah bangsa
lambang kebangsaanku di timur raya,
engkau panji perjuanganku
mengejar kemuliaan bagi bangsaku,
dan demi tuhan pencipta bangsaku,
selama masih bersiut nafas didada,
denyut darahku penyiram medan
ta'kan kembali kau masuk lipatan!
Djawa baroe,
No. 19, 1944
Terbangun aku, terloncat duduk,
kulayangkan pandang jauh keliling,
kulihat hari'lah terang, jernihkan falak,
telah lamalah kiranya fajar menyingsing
kuisap udara
legalah dada,
kupijak tanah
tiada guyah,
kedengar bisikan
hatiku rawan:
"kita berperang,
kita berjuang!"
sebagai dendang menyayu kalbu,
bangkitlah hasrat damba nan larang,
ingin kemedan ridla menyerbu:
"beserta saudara turut bejuang!"
Tentara
No.29 19 maret 1949
Pada malam 1 Agustus
hari ulang tahun kemerdekaan indonesia
seorang muda bermimpi
ia sedang mengerek merah putih keatas,
Tapi benderanya tak mau sampai keujung tiang,
dan bendera setengah tiang tanda berkabung bukan?
sedangkan ia hendak merayakan hari kemerdekaan
lalu dalam mimpi itu
ia menggerek terus bendera itu,
ia menggerek terus merah putih itu,
ia menggerek terus.....
ia menggerek terus.....
sampai ia terbangun dengan rasa frustasi
Bunyi Genta Dari jauh
1980
Sederhana dan murni
impian remaja hikmah kehidupan
berNusa
berBangsa
berBahasa
kewajaran nafas
dan degub jantung
keserasian beralam
dan bertujuan
lama didambakan
menjadi kenyataan
wajar, bebas
seperti embun
seperti sinar matahari
menerangi bumi
di hari pagi
kemanusiaan
indonesia merdeka
17 Agustus 1945
Bunga Diatas Batu
1989
Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara
jangan takut kepadanya
kemerdekaan ialah penyair dan pengembara
jangan takut kepadanya
jangan takut kepadaku
kemerdekaan ialah cintaku berkepanjangan jiwa
bawalah daku kepadanya
Siasat
15 Agustus 1945
Setahun yang lalu dia terbaring
tetapi bukan tidur, sayang
sebuah lubang peluru bundar didadanya
senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
dia tidak ingin bila mana dia datang
kedua tanganya memeluk senapan
dia tidak tahu untuk siapa dia datang
kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
menangkap sepi padang senja
dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
dia masih sangat muda
hari itu 10 November, hujanpun mulai turun
orang-orang ingin kembali memandangnya
sambil merangkai karangan bunga
tapi yang tampak, wajah-wajahnya sendiri yang takdikenalnya
sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
tapi bukan tidur, sayang
sebuah peluru bundar di dadanya
senym bekunya mau berkata : aku sangat muda
Siasat
1955
Berdirilah hening dalam kehampaan malam
jiwa siapa yang patut dikenang
hitung dari mula
karna letak kejadian indah
adalah hadirnya upacara duka
membangun kepercayaan teguh
apakah mereka dengar kita bicara
menghitung hari-hari silam kehilangan rupa
atas rumah-rumah di lingkaran gelap
atas anak-anak di ketiadaan harap
dari dulu terduga selalu
berdirilah hening dalam kehampaan malam
ucapkan lunak kesangupan yang bimbang
jangan tangisi, jangan hindari kenyataan ini
karna fajar pagi akan membuka langit letihnya
menyediakan tanya untuk kita tidak saling bicara
di mendung grimis agustus ini
simpanah risalah lama melantung kedalaman
tentang hari-hari gemilang yang akan datang
tentang akhir-akhir hutang yang tiada pegangan
heningkan di sini, jangan dengan separo hati!
bedirilah hening dalam kehampaan malam
melupakan cedra kehilangan rupa
tegakan pula
suatu bentuk baru hatimu mengorak jauh
suatu pandangan kudus dipilumu diam bergalau
kitapun semua tahu untuk apa mengenang semua itu.
Mimbar Indonesia
1960
Akhirnya takterlawan olehku
tumpah dimataku, dimata sahabat-sahabatku
ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera
bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal
tanah dimana kuberpijak berderak
awan bertebaran saling memburu
angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali
makin samar
mencapai puncak kepecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan
menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan dilembah
memandangi tepian laut
tetapi aku menggengam yang lebih berharga
dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan.
dari lembah pualam
yogyakarta, 1967
Telah kami pertahankan bagimu suatu ruang di langit
berkibarlah selalu! lambailah angkatan-angkatan yang akan datang
dari ufuk sejarah, bawah taufan api!
kami yang datang hari ini dan bernaung dikakimu
telah jauh berjalan, melangkahi mayat sanak sendiri
kami yang kini tegak beradu bahu disini, yakin akan kebesaran
semangat kami yang dilambangkan oleh kedua warnamu.
bendera darah dan air mata kami, berkibarlah, berkibarlah!
kami masing-masing tak mampu memberi lebih daripada satu nyawa
dan tangan akan jadi kaku selagi memegang tiangmu
sepasang tangan diantara berjuta, yang datang da yang pergi.
Basis
Agustus 1965
MERAH PUTIH
Merah putih!
dulu, sebelum kau berkibar di tiang tinggi
dibelai, dipeluk angin merdeka,
engakau hanya lambang harapku,
Meski kau mewakili bangsa tidak berdaya,
tidak bernama di sejarah dunia,
namun kau tersimpan dalam hatiku,
lambang kasihku pada nusaku.
Merah putih!
kini, kulihat kau terkibar di tengah bangsa
lambang kebangsaanku di timur raya,
engkau panji perjuanganku
mengejar kemuliaan bagi bangsaku,
dan demi tuhan pencipta bangsaku,
selama masih bersiut nafas didada,
denyut darahku penyiram medan
ta'kan kembali kau masuk lipatan!
Djawa baroe,
No. 19, 1944
KITA BERJUANG
Terbangun aku, terloncat duduk,
kulayangkan pandang jauh keliling,
kulihat hari'lah terang, jernihkan falak,
telah lamalah kiranya fajar menyingsing
kuisap udara
legalah dada,
kupijak tanah
tiada guyah,
kedengar bisikan
hatiku rawan:
"kita berperang,
kita berjuang!"
sebagai dendang menyayu kalbu,
bangkitlah hasrat damba nan larang,
ingin kemedan ridla menyerbu:
"beserta saudara turut bejuang!"
Tentara
No.29 19 maret 1949
17 AGUSTUS
Pada malam 1 Agustus
hari ulang tahun kemerdekaan indonesia
seorang muda bermimpi
ia sedang mengerek merah putih keatas,
Tapi benderanya tak mau sampai keujung tiang,
dan bendera setengah tiang tanda berkabung bukan?
sedangkan ia hendak merayakan hari kemerdekaan
lalu dalam mimpi itu
ia menggerek terus bendera itu,
ia menggerek terus merah putih itu,
ia menggerek terus.....
ia menggerek terus.....
sampai ia terbangun dengan rasa frustasi
Bunyi Genta Dari jauh
1980
JAKARTA 17 AGUSTUS 45 DINIHARI
Sederhana dan murni
impian remaja hikmah kehidupan
berNusa
berBangsa
berBahasa
kewajaran nafas
dan degub jantung
keserasian beralam
dan bertujuan
lama didambakan
menjadi kenyataan
wajar, bebas
seperti embun
seperti sinar matahari
menerangi bumi
di hari pagi
kemanusiaan
indonesia merdeka
17 Agustus 1945
Bunga Diatas Batu
1989
KEMERDEKAAN
jangan takut kepadanya
kemerdekaan ialah penyair dan pengembara
jangan takut kepadanya
jangan takut kepadaku
kemerdekaan ialah cintaku berkepanjangan jiwa
bawalah daku kepadanya
Siasat
15 Agustus 1945
PAHLAWAN TAK DIKENAL
Setahun yang lalu dia terbaring
tetapi bukan tidur, sayang
sebuah lubang peluru bundar didadanya
senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
dia tidak ingin bila mana dia datang
kedua tanganya memeluk senapan
dia tidak tahu untuk siapa dia datang
kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
menangkap sepi padang senja
dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
dia masih sangat muda
hari itu 10 November, hujanpun mulai turun
orang-orang ingin kembali memandangnya
sambil merangkai karangan bunga
tapi yang tampak, wajah-wajahnya sendiri yang takdikenalnya
sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
tapi bukan tidur, sayang
sebuah peluru bundar di dadanya
senym bekunya mau berkata : aku sangat muda
Siasat
1955
AGUSTUS
Berdirilah hening dalam kehampaan malam
jiwa siapa yang patut dikenang
hitung dari mula
karna letak kejadian indah
adalah hadirnya upacara duka
membangun kepercayaan teguh
apakah mereka dengar kita bicara
menghitung hari-hari silam kehilangan rupa
atas rumah-rumah di lingkaran gelap
atas anak-anak di ketiadaan harap
dari dulu terduga selalu
berdirilah hening dalam kehampaan malam
ucapkan lunak kesangupan yang bimbang
jangan tangisi, jangan hindari kenyataan ini
karna fajar pagi akan membuka langit letihnya
menyediakan tanya untuk kita tidak saling bicara
di mendung grimis agustus ini
simpanah risalah lama melantung kedalaman
tentang hari-hari gemilang yang akan datang
tentang akhir-akhir hutang yang tiada pegangan
heningkan di sini, jangan dengan separo hati!
bedirilah hening dalam kehampaan malam
melupakan cedra kehilangan rupa
tegakan pula
suatu bentuk baru hatimu mengorak jauh
suatu pandangan kudus dipilumu diam bergalau
kitapun semua tahu untuk apa mengenang semua itu.
Mimbar Indonesia
1960
HARI KEMERDEKAAN
Akhirnya takterlawan olehku
tumpah dimataku, dimata sahabat-sahabatku
ke hati kita semua
bendera-bendera dan bendera-bendera
bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal
tanah dimana kuberpijak berderak
awan bertebaran saling memburu
angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali
makin samar
mencapai puncak kepecahnya bunga api
pecahnya kehidupan kegirangan
menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan dilembah
memandangi tepian laut
tetapi aku menggengam yang lebih berharga
dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya
dan fajar mulai kemerahan.
dari lembah pualam
yogyakarta, 1967
BENDERA DARAH DAN AIR MATA KAMI
Telah kami pertahankan bagimu suatu ruang di langit
berkibarlah selalu! lambailah angkatan-angkatan yang akan datang
dari ufuk sejarah, bawah taufan api!
kami yang datang hari ini dan bernaung dikakimu
telah jauh berjalan, melangkahi mayat sanak sendiri
kami yang kini tegak beradu bahu disini, yakin akan kebesaran
semangat kami yang dilambangkan oleh kedua warnamu.
bendera darah dan air mata kami, berkibarlah, berkibarlah!
kami masing-masing tak mampu memberi lebih daripada satu nyawa
dan tangan akan jadi kaku selagi memegang tiangmu
sepasang tangan diantara berjuta, yang datang da yang pergi.
Basis
Agustus 1965